Sebuah kesempatan besar bagiku untuk menulis lagi
di lembar halaman kosong yang kini tengah aku tatap. Aku harap aku memiliki
tatapan seindah tatapanmu. Aku harap hatiku seputih lembaran ini.
Teruntuk kamu,
Masih terekam jelas di benakku bagaimana aku
melihatmu untuk pertama kali. Kamu baik, kamu mengerti bahwa aku tidak bisa
mengambil gambar kita secara jelas. Aku terlalu lupa untuk berterimakasih atas
bantuan yang kamu berikan saat itu. Aku terlalu malas untuk menyimpan gambar
itu sampai aku benar-benar membutuhkannya.
Teruntuk kamu,
Hari demi hari masih bisa aku lewati dengan bayang
lama yang pernah aku ceritakan kepadamu. Jauh sebelum itu, aku merasakan
getirnya sebuah harapan yang kusia-siakan untuk seseorang yang keliru. Aku
tidak pernah mau memberikan harapku untuk orang lain. "Tidak akan pernah
lagi," begitulah janjiku. Tidak ada yang bilang bahwa memang mudah
melewati masa-masa tersebut. Rasa pahit selalu mengganggu, hingga kamu datang
tanpa sengaja.
Teruntuk kamu,
Aku tidak pernah berharap ada yang lebih indah
dari pelangi selepas hujan. Aku tidak pernah berharap teduhnya pepohonan
dikalahkan oleh sesuatu yang lain. Tapi kamu berhasil. Dirimu yang seutuhnya
mampu memberikan keindahan dan keteduhan itu, seolah tidak peduli betapa
kuatnya dinding berlapis janji yang pernah aku bangun sebelumnya. "Tidak
akan pernah lagi," begitulah janjiku.
Teruntuk kamu,
Aku sangat bahagia sepanjang kamu meruntuhkan
bangunan kokoh yang telah aku dirikan sebelumnya. Seolah kamu adalah mimpiku
yang baru. Kamu adalah bintang yang selama ini bersembunyi di balik awan yang
suka sekali menipu. Kamu adalah bahagiaku dan kebahagiaanku melampaui
segalanya. Perasaan yang membuncah setiap melihatmu tersenyum. Aku ingat
bagaimana senyummu ketika aku duduk dekat denganmu. Aku harap kamu bahagia saat
itu. Aku ingat jalan yang kita lalui bersama dengan cerita yang seolah kita
dendangkan selama ini. Aku merasakan alunannya setiap aku mengingatnya.
Teruntuk kamu,
Izinkan aku menjadi nyata bagimu. Kamu bilang,
hanya aku yang mampu memenangkan dan menenangkan hatimu. Itu seperti mimpi.
Maka, bantu aku untuk mewujudkan itu, senyata mungkin. Aku ingin menjadi wanita
yang tangguh, yang tidak melulu menangis karena hal kecil, yang tidak
merengek meminta untuk diperhatikan.
Teruntuk kamu,
Telah aku simpan mimpi kita, telah aku buat memori
di dalam kotak kecil ini, jauh ku letakkan dalam pikiranku. Kelak mimpi itu
tidak akan pernah kubuka tanpa kunci yang kamu berikan. Maukah kamu membuka
mimpi itu bersamaku? Jika satu saat kamu bertanya di mana kotak itu berada, ketahuilah bahwa, kotak itu tidak akan hilang, aku telah menitipkannya di
tempat semua mimpi bermuara.
Teruntuk kamu,
Malam ini, maafkan aku jika aku kembali merasakan
getirnya pengharapan. Aku tidak bisa menahan semuanya sendirian. Yang kutau,
jika itu maumu, maka akan aku bebaskan kamu. Yang kutau, kamu telah memberikan
banyak hal untukku, meskipun kamu tidak mengingat semuanya. Itu bagus, biarkan
aku yang ingat agar aku bisa menghargai pemberianmu.
Teruntuk kamu,
Cukup sudah dengan kesedihan ini.. Aku tidak memiliki
kuasa apapun untuk menahan setiap bulir air mata yang jatuh di atas tarian
jari-jari lemahku ini. Aku tidak berharap kamu melihatku menangis, aku ingin
selalu terlihat kuat di depanmu, aku ingin selalu terlihat ceria ketika
bersamamu. Maafkan aku jika kamu merasa dibohongi dengan tingkahku selama ini.
Tapi, sungguh, aku hanya ingin membuat kamu bahagia.
Teruntuk kamu,
Rasanya akan sangat sulit untuk mengabaikan satu
sama lain secara utuh. Tentukan pilihanmu. Apapun itu, aku selalu siap. Aku
berharap air mataku sudah kering, sehingga tidak ada lagi yang tersisa ketika
kamu menyudahinya.
Ini malam yang indah, bukan?
Hujan sedari sore hingga malam memberiku secercah
harapan bahwa esok akan lebih baik.
Ya, dengan atau tanpamu.
Jika kamu masih menginginkan segalanya, aku masih
di sini, di tempat yang sama.
Kamu mengenalku, bukan?