Wednesday, March 5, 2014

4L4Y-ALAY

Assalamu'alaikum.. Hai sobat semua :) kabar baik? baik kabar (?) baiknya kabar baik?
Ehm. Judul postingan kali ini adalah ALAY. Hmm kenapa gue ngebahas masalah alay? Jadi gini ceritanya.. Pada malam yang gelap, dingin, dan sepi. Seorang gadis muda berusia 16 tahun (sebut saja namanya Putri) sedang asik bermain dengan dunia maya. Tiba-tiba terbersit di dalam benaknya untuk membuka salah satu media sosial yang dibuat oleh Mark Zuckerberg. Dan seterusnya ia melihat begitu banyaknya sejarah, memori, ingatan, yang membawanya ke masa lalu saat dia masih duduk di bangku menengah pertama, dan seterusnya, dan seterusnya..

Kira-kira begitulah kronologis atau faktor yang menyebabkan terpostingnya judul na-as di atas. Hehe.

Alay. Hem. Alay itu apa? Kalau menurut bahasa, ada orang yang bilang kalau alay merupakan akronim dari 'Anak LAYangan'. Entah apa yang membuat mereka berfilosofi demikian. Yang jelas, filosofi ini membuat gue berpikir kalau anak alay, adalah anak-anak yang hobi main layangan di tengah terik matahari sore hingga terbakar rambut serta kulitnya yang mulai agak berubah wujud (?)
Menurut sisi psikologis, alay merupakan suatu kondisi dimana terjadinya masa transisi dari anak-anak ke remaja. Nah, kalau yang ini gue mulai agak percaya. Penggunaan kata 'transisi' memang patut dibenarkan.
Karena pada hakikatnya, rata-rata anak abad 20 pernah berpengalaman di bidang alay. Contohnya? Ngaca aja sama diri Anda sekalian. Hehehe. 

Gue pun pernah menjadi anak alay. Alay banget. Hal ini terbukti ketika gue mencoba dan memberanikan diri membuka fb. Kejadian mengerikan ini terjadi tepat malam ini. Gue scroll down ke bawah.. Hingga menemukan sosok diri gue yang begitu...... Meng-iyuh-kan. Kenapa? Dari mulai status, komentar, foto, gaya bahasa, semuanya sangat tidak etis. Irrasional. Tidak dewasa. Ehm. Dulu itu lagi jaman-jamannya 'pacaran' 'galau yang tidak beralasan' 'lagu-lagu cinta' 'dsb'. Duh, hal-hal tersebut benar-benar berhasil membuat gue terkontaminasi virus alay.
Bayangkan saja, gue pernah nulis status yang isinya agak menyakiti perasaan temen gue sendiri. Sedikit cerita aja nih.. Dulu gue pernah pacaran *astaghfirullah. Jangan ditiru*. Hubungan alay itu alhamdulillah cuma berjalan 2 bulan dalam waktu normal. Karena sering putus-nyambung-putus-nyambung-hingga akhirnya benar benar putus. Nah, putusnya gue ini disebabkan karena rasa cemburu terhadap temen gue (sebut saja namanya diza). Dia sahabat gue. Tapi dia merampas seseorang itu. Alhasil, di 'wall' gue banyak terukirkan kalimat-kalimat gak jelas. Sangat tidak jelas. Dan parahnya lagi, kalimat-kalimat itu lahir dari tarian jari jemari ini :'(
Gue yang membaca status emosional itu ngerasa kaget luar biasa. Dalam hati cuma bisa bilang: "apa ini gue? Masa sih? Nggak ah. Tapi kayaknya sih iya. Astaghfirullah"
Dan tanpa berpikir panjang, gue hapus status-status itu. Kenapa dihapus? Gue gak mau aja kalau nantinya bakal ada fitnah yang enggak-enggak. Misalnya, jika nanti ada orang yang buka akun gue, ngeliat tulisan itu, dan berpikir: "Orang islam, pakai jilbab, tapi kok ngomong dan sikapnya kayak gini?" Naudzubillah. Hiii ngeri. 

Lanjut. Alay mempunyai satu faktor penentu berhasil atau tidaknya seorang anak menjadi alay, yaitu lingkungan. Betapa kuatnya pengaruh lingkungan dalam membentuk kondisi emosional dan kejiwaan anak. Perkembangan jaman juga termasuk faktor penunjang terbentuknya alay.

Kalau dipikir-pikir, kadang alay bisa menjadi gejala psikologis yang normal. Yaa walaupun alay memang sama sekali abnormal, tapi apakah akan ada normal jika gak ada abnormal? (Hmm apalah itu)

Kadang, anak alay juga bisa terlihat dari 'dresscode-nya'. Seperti apa? Seperti: rok yang tingginya hanya mencapai betis dengan lipatan sekecil mungkin dan seketat mungkin, celana yang bahkan mungkin memerlukan waktu 1 jam untuk memakainya karena begitu sempit, memakai seragam yang ukurannya lebih kecil dari ukuran asli badan penggunanya, rambut lurus hasil catokan 'failed', tas kecil bahkan sampai memakai tas bergambar kartun anak-anak (sempat berhembus kabar kalau tas itu adalah tas adiknya sendiri. Hmm), sepatu dengan warna mencolok tajam, aksesoris berlebihan, dan lain sebagainya. Dresscode alay ini bisa kalian liat di beberapa sekolah terdekat atau terjauh, silakan cek. Gue heran. Apa yang membuat mereka nyaman dengan itu semua? Apa mereka tidak merasa aneh ketika melihat ada anak sekolah lain yang memakai seragam/pakaian rapi, teratur, bersih, dan sesuai aturan? Dan yang anehnya lagi, gue pernah seangkot dengan anak-anak alay, dan mereka meneriaki temannya yang juga alay dengan kata: "ALAY!" -_- okesip. Gue cuma bisa mingkem.
Memang sih, mereka punya kebebasan dalam berekspresi lewat fashion masing-masing.. Tapi ada kalanya keinginan ber-fashion itu dihentikan ketika memakai seragam sekolah. Pakailah seragam sebagaimana mestinya. Agar terlihat anak sekolah adalah anak yang disiplin, rapi, dan berpendidikan :)

Ngebahas alay emang susah nemuin ujungnya. Yang pasti, kalau kalian pernah/sedang alay, jangan coba-coba jatuhin harga diri kalian karena alay. Karena gue pernah alay, dan agak menyesal. Gak selamanya alay adalah hal positif. Jika memang ada sisi positifnya, yaa mungkin itu cuma se-per-berapa bagian. Sisanya negatif. Dan jika memang ada hal yang lebih positif selain nga-lay, kenapa tidak mengambil hal positif itu? Daripada harus mengambil jalan yang ada negatifnya.
Duh, sebenernya gue bingung banget sama tulisan di atas. You know, paragraf terakhir. Heran deh kenapa gue selalu gagal nulis bagian penutup. Ah sudahlah yaa.. Postingan ini disudahi saja. Tulisan Ini hanya sebatas opini, kalau marah, yaa jangan marah (?) Sekian. Wassalamu'alaikum :)

No comments:

Post a Comment

 

Template by BloggerCandy.com